OPINI - Dalam setiap kontestasi politik, khususnya dalam pemilihan kepala daerah, janji menjadi senjata utama para calon untuk meraih simpati dan suara rakyat. Namun, tak jarang janji-janji tersebut tak lebih dari sekadar kata-kata yang diucapkan tanpa komitmen jelas di baliknya. Seperti yang disampaikan oleh seorang praktisi hukum, "Memilih calon pemimpin daerah bukan persoalan orang berduit, tapi komitmen pada hal kecil pun dinilai."
Pernyataan ini menggambarkan kekecewaan yang sering kali dirasakan masyarakat terhadap calon yang umbar janji tanpa bukti nyata. Banyak pemilih yang sudah mulai lelah dengan janji-janji kosong, terutama yang terdengar begitu muluk-muluk, namun sulit diwujudkan. Padahal, masyarakat tak selalu meminta hal besar. Sering kali, mereka hanya menginginkan perubahan kecil yang bisa membuat kehidupan sehari-hari mereka lebih baik.
Komitmen pada Hal Kecil: Ujian Seorang Pemimpin
Pemimpin yang baik bukanlah yang hanya pandai berbicara, melainkan yang mampu menunjukkan tanggung jawabnya, bahkan dalam hal-hal kecil. Hal sederhana seperti perbaikan infrastruktur desa, peningkatan layanan publik, hingga dukungan pada usaha kecil menengah adalah contoh janji yang sering diabaikan oleh para calon begitu mereka terpilih. Padahal, komitmen terhadap janji-janji kecil inilah yang justru menjadi indikator sejauh mana seorang pemimpin dapat dipercaya untuk menjalankan tugas yang lebih besar.
Dalam politik, tak jarang kita melihat fenomena di mana calon mengandalkan uang dan pengaruh untuk mendapatkan dukungan. Namun, seperti diingatkan oleh banyak ahli, termasuk para praktisi hukum, menjadi pemimpin bukanlah soal seberapa banyak uang yang dimiliki atau seberapa kuat jaringan politiknya. Lebih dari itu, menjadi pemimpin adalah soal integritas dan komitmen.
Janji Bukan Sekadar Retorika
Baca juga:
100 Anak Muda Bawa Ide
|
Banyak calon pemimpin yang terperangkap dalam permainan retorika—menebar janji tanpa dasar yang kuat. Mereka berusaha menarik simpati dengan program-program yang terdengar hebat di atas kertas, namun sering kali tak memiliki rencana jelas untuk mewujudkannya. Akibatnya, setelah terpilih, banyak janji yang tak terealisasi, dan masyarakat kembali menjadi korban dari siklus janji politik yang tak berujung.
Kampanye politik yang berpusat pada janji-janji besar tanpa komitmen justru semakin merusak kepercayaan publik terhadap proses demokrasi. Rakyat butuh bukti nyata, bukan sekadar kata-kata manis yang hilang ditelan waktu. Oleh karena itu, penting bagi kita sebagai pemilih untuk lebih kritis dalam menilai calon pemimpin. Bukan dari seberapa menarik janji yang mereka sampaikan, tetapi dari rekam jejak dan komitmen yang sudah mereka tunjukkan sebelumnya.
Baca juga:
Jarnas Anies Baswedan DIY Resmikan Poskora
|
Menyongsong Masa Depan Politik yang Lebih Bertanggung Jawab
Seiring dengan semakin tingginya kesadaran masyarakat, kita harapkan ada perubahan dalam pola pemilihan calon pemimpin. Pemilih diharapkan tidak hanya memilih berdasarkan janji-janji besar yang disampaikan selama masa kampanye, tetapi juga mempertimbangkan hal-hal kecil yang menunjukkan karakter dan komitmen seorang calon.
Baca juga:
Tony Rosyid: SBY Bukan 'Bapak Plin Plan'
|
Sebagai penutup, kita semua harus menyadari bahwa memilih pemimpin adalah tanggung jawab besar. Bukan hanya untuk lima tahun ke depan, tetapi juga untuk masa depan daerah dan bangsa ini. Jangan sampai janji kosong kembali menjadi alat utama untuk memenangkan hati rakyat. Sebab, janji politik bukan sekadar kata-kata, melainkan tanggung jawab yang harus ditepati.
Mesuji, 11 Oktober 2024
Komarudin
Penggiat Pemilu